Unjuk rasa yang lazim dilakukan kelompok orang tertentu ditinjau dari sifat tujuannya bisa terbagi atas dua, yakni demo murni dan demo bayaran. Demo murni adalah sebuah aksi demo yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berlandaskan ideologi tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan demo bayaran bisa ditafsirkan sebagai bentuk aksi yang dilakukan demi mendapat upah, meski tidak paham dengan materi substansi demo tersebut.
Lalu, bagaimana melihat perbedaan suatu aksi demo atau unjuk rasa bila ditinjau dari sifat dan tujuan demo tersebut.
“Mudah saja kita bisa melihat dari massa-nya, berapa jumlahnya, siapa saja yang datang di situ, lihat gerak gerik si pendemo, antusiaskah? Aktif dan pahamkah dengan isinya? Kalau tidak jelas itu demo bayaran,” ujar Ronald seorang makelar demo kepada okezone di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Jumlah pendemo yang dimaksud ialah apabila demo itu dalam skala kecil yakni berkisar 50-100 orang, bisa ditebak demo itu pesanan atau bayaran.
“Jumlah (orang) itu relatif ada juga yang banyak orangnya tapi bayaran semua. Yang penting itu tadi karakter dan sifat massa-nya,” kata Ronald.

  Lebih lanjut dia menambahkan, ciri khas pendemo bayaran dapat terlihat  saat melakukan aksinya. Indikatornya terlihat pada fokus perhatian dan  kualitas orasi dari para demonstran.
  “Kalau terlihat tidak ekspresif dan seperti ogah-ogahan pasti  kecenderungannya mereka hanya ikut-ikutan karena tidak paham substansi  demo itu,” tukasnya.
  Ronald yang sudah dua tahun bergelut didunia makelar demo ini  menuturkan, terdapat beberapa perangkat demo yang harus diperhatikan  sebelum menggelar aksi demo.
  “Rumuskan (materi) apa yang menjadi tuntutan kita, siapa dan tempat  yang akan kita datangi untuk berorasi, serta perangkat vital yakni  kelompok massa berikut atribut demo seperti spanduk, speaker, dan  lainnya,” jelas pria berusia 37 tahun itu.
  Lain lagi menurut Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Masinton  Pasaribu. Dia lebih menyoroti cara membedakannya dari materi demo.  “Perbedaannya sangat jelas. Kemurnian gerakan demonstrasi yang lahir  karena idealisme memiliki militansi, keyakinan dan semangat juang untuk  melakukan perubahan yang lebih baik untuk rakyat,” kata Masinton dalam  perbincangan dengan okezone di Jakarta, secara terpisah belum lama ini.
  Mantan Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998 itu berpendapat, idealisme,  militansi, dan keyakinan perjuangan kaum pergerakan tidak bisa ditukar  dengan sejumlah uang ataupun materi. Demonstrasi yang dilakukan karena  tergerak atas dasar kesadaran pergerakan dalam melakukan aksi di  lapangan cenderung lebih terstruktur, terpimpin, dan memiliki perangkat  aksi.
  Demokrasi memang membolehkan adanya perbedaan ide, cara pandang dan  sikap, termasuk pro dan kontra. Namun para pendemo bayaran terkadang  justru dihadirkan untuk “mengekang” kebebasan itu. Seperti misalnya, ada  pengerahan massa bayaran untuk menghadang kelompok aksi mahasiswa yang  menyuarakan suara penderitaan rakyat.
“Saat  memperjuangkan reformasi kami di gerakan mahasiswa tahun 1998 pernah  dihadapkan dengan massa bayaran atau Pam Swakarsa yang dimobilisasi  rezim orde baru untuk menghadang gerakan demonstrasi mahasiswa. Namun  yang menghadapi aksi-aksi bayaran Pam Swakarsa saat itu adalah kekuatan  rakyat karena idealisme dan militansi perjuangan gerakan mahasiswa  adalah sejatinya gerakan rakyat,” kenang dia.
 Lantas, adakah dari aktivis maupun mahasiswa yang aktif dalam kelompok ini.
“Dalam  fase perjuangan selalu ada yang memanfaatkan situasi, bersikap  oportunis dan avonturir (petualang politik). Namun sikap seperti itu  tidak dominan dalam pergerakan dan tidak signifikan untuk mempengaruhi  agenda pergerakan kawan-kawan mahasiswa,” tuturnya
Bagi  Masinton, itu disebabkan massa-nya sudah memiliki agenda jelas yang  harus diperjuangkan dan agenda tersebut lahir atas refleksi.
source:okezone.com